fbpx

Table of Contents

Islam memiliki perhatian yang sangat besar terhadap hati dan niat. Hal itu dikarenakan hati adalah kunci utama amalan kita, dan niat adalah ruh yang menjadi motor penggerak jasad kita. Amalan yang dikerjakan akan menjadi pahala ketika amalan itu diniatkan karena Allah semata. Rasulullah Shallalluhi ‘Alaihi Wasallam bersabda :

Seorang mukmin bisa mendapat pahala dari segala sesuatu (dengan niat yang baik), hingga suapan yang ia masukkan ke mulut istrinya. (HR. Ahmad dan yang lainnya, dihasankan oleh Al-Arna’uth).

Dengan niat yang baik, sebuah amalan yang sederhana akan diberikan pahala yang agung. Kita mungkin mengetahui salah satu sahabat nabi yakni Abu Bakar Ash-Shidiq, dimana beliau selalu unggul dari sahabat yang lain dalam masalah amal Mengapa demikian?

Seorang tabi’in, Bakr ibnu Abdillah al-Muzaniy mengatakan : “Sungguh! tidaklah Abu Bakar itu mengungguli orang-orang dengan banyaknya amalan sholatnya, tapi beliau mengungguli kalian itu dengan apa yang ada di hatinya“.

Sebaliknya, karena niat yang salah, amalan yang besar sekalipun bisa jadi seperti debu yang beterbangan. Artinya amalan tersebut sia-sia dan tidak memiliki nilai pahala sedikitpun di sisi-Nya. Untuk itu pentingnya bagi seorang hamba untuk terus menjaga serta meluruskan niatnya ketika hendak menunaikan amal kebaikan.

Sahabat, niat yang baik akan menghadirkan amal yang baik dan ikhlas. Dengan niat dan isi hati yang baik ucapan yang keluar dari mulut menjadi berkah, begitupun dengan perbuatan dan umur kitapun akan mendatangkan keberkahan.

Para ulama terdahulu mereka tidak berkata dan bertindak kecuali setelah menghadirkan niat yang baik. Hal itu menjadikan hidupnya berkah segala sesuatu yang keluar dari dirinya baik itu berupa ucapan, pikiran, perbuatan bahkan umurnyapun memiliki nilai keberkahan.

Sungguh para ulama terdahulu tidak pernah asal-asalan dalam beramal. Amal yang mereka kerjakan selalu muncul dari pemahaman yang mendalam terhadap amalan tersebut dan disertai dengan niat yang lurus, dipenuhi iman, takwa dan rasa takut terhadap Allah ta’ala.

Seseorang Akan Mendapatkan Sesuai dengan Apa yang Diniatkan

Sederhana akan tetapu memiliki makna yang dalam, begitulah niat yang menjadi patokan diterima atau tidaknya amalan seseorang. Tentunya bagi siapa saja yang akan melakukan suatu perbuatan berdasarkan apa yang ia niatkan. Seorang Muslim yang berangkat untuk melaksanakan ibadah haji tentunya didasari dengan niat/azzam yang kuat untuk berangkat haji.

Dengan niat yang kuat maka akan munculah tekad, sehingga dengan tekad tersebut seseorang akan mengupayakan dengan maksimal agar bisa mewujudkan apa yang telah ia niatkan.

Akan tetapi, ketika seseorang berangkat ke tanah suci akan mendapat pahala di sisi Allah atau justru ia malah mendapatkan dosa? Tentunya semuanya tergantung pada apa yang diniatkan dalam diri seseorang yang hendak berangkat ke Tanah Suci tersebut.

Sahabat, Haji adalah amal yang mulia, akan tetapi jika niatnya melenceng maka justru akan menjadi dosa. Dalam hal ini Imam As-Suyuti menejlaskan dengan cara menggambarkan seseorang yang berangkat haji disertai dengan keinginan untuk menjalankan bisnis. Beliau mengatakan apabila seseorang berangkat menunaikan ibadah haji disertai dengan niat yang dominan karena Allah, maka ia akan mendapatkan pahala di sisi Allah swt.

Sebaliknya, ketika seseorang menunaikan ibadah haji karena kepentingan bisnis atau kepentingan dunia lainnya yang dominan, bahkan untuk berbuat ria maka ia akan mendapatkan dosa. Lalu, bagaimana jika niat berhaji dan berbisnis ini seimbang? As-Suyuti menjelaskan keduanya saling berguruan, artinya tidak men dapatkan dosa dan pahala, dan ini adalah orang yang sangat merugi.

Apa yang telah digambarkan Imam Asuyuti diatas adalah penjelasan kepada kita bahwa pahala seseorang dilihat dari niatnya, mana yang paling dominan. Sederhanya dapat dipahami bahwa seseorang mendapat pahala diawali karena nitanya. Begitupun dengan dosa, seseorang akan mendapatkan dosa diawali karena niatnya.

Dalam sebuah perkataan bijak ada sebuah ungkapan “Niat amalan dunia seseorang untuk dunianya, dan niat amalan akhirat untuk akhiratnya”. Oleh sebab itu, mari sama-sama kita memperbaiki niat agar hati dan pikiran kita sejalan dengan apa yang kita kerjakan.